Tingkatkan Literasi Digital, Masyarakat Diminta Waspada 264 Ribu Kasus Penipuan Online Cahaya Cinta, September 28, 2025October 1, 2025 beritapenipuan.id – Sejak berdirinya Indonesia Anti Scam Center (IASC), laporan masyarakat menunjukkan 264 ribu kasus penipuan digital hingga September 2025. Angka ini menegaskan risiko tinggi di balik kemudahan transaksi digital yang terus meningkat. Manajer Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan OJK, Ogissa Piertina Susilo, mengatakan layanan digital ibarat pedang bermata dua. Masyarakat sudah terinklusi secara digital, namun literasi keuangan yang memadai masih rendah. “Seperti mengendarai mobil tanpa tahu cara mengoperasikannya. Inklusi tanpa literasi sangat berbahaya,” kata Ogissa dalam diskusi publik. Literasi Keuangan sebagai Benteng Perlindungan Diskusi bertema “Transaksi Digital: Anti Ribet, Anti Worry” menyoroti perlunya edukasi masyarakat terhadap risiko digital. Ogissa menjelaskan terdapat 10 modus penipuan paling sering terjadi, dengan love scam berada di posisi teratas. Modus ini memanfaatkan rasa kesepian korban melalui aplikasi kencan daring. Penipuan lain termasuk phishing lewat email atau SMS, penipuan belajar online, serta sniffing melalui file APK berbahaya. “Pelaku memanfaatkan psikologi korban. Love scam menjerat kesepian, phishing memicu kepanikan seolah dari bank,” tambah Ogissa. Regulasi dan Peran UMKM dalam Transaksi Digital OJK mewajibkan industri keuangan menggelar edukasi minimal sekali setiap semester sesuai POJK No.22/2023 dan POJK No.3/2023. Pelanggar aturan dapat dikenai sanksi hingga miliaran rupiah, namun edukasi masyarakat tetap kunci utama. Ogissa menekankan wacana penerapan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi (TTET) perlu memperjelas definisi risiko tinggi agar tidak membebani UMKM. CEO QM Financial, Ligwina Hananto, menambahkan UMKM dapat memanfaatkan QRIS untuk mempermudah pembayaran konsumen. William Sudhana dari vosFoyer menegaskan, kebijakan yang berbelit dapat menahan inovasi dan meningkatkan biaya operasional transaksi kecil. Kolaborasi OJK dan Bank Indonesia Pemerintah diminta memperjelas definisi “transaksi elektronik berisiko tinggi” melalui peraturan teknis turunan UU ITE. Pelindungan data pribadi pengguna juga harus menjadi prioritas dalam membangun ekosistem digital yang aman. Pengaturan teknis sebaiknya dilakukan otoritas dengan mandat langsung, yakni Bank Indonesia dan OJK. Revisi peraturan turunan UU ITE menjadi momentum memaksimalkan ekonomi digital tanpa mengabaikan kenyamanan pengguna. Kebijakan progresif diperlukan untuk menjawab tantangan risiko keamanan sekaligus melindungi konsumen di sektor keuangan. Business ekonomi digital Indonesialiterasi keuangan digitallove scam Indonesiamodus penipuan onlineOJK edukasi masyarakatpenipuan digital 2025perlindungan data pribadiphishing SMS emailregulasi OJK POJK 2023sniffing file APKTanda Tangan Elektronik Tersertifikasitransaksi digital UMKM